Tidjem, 91 Tahun, "Mbah" sapaan akrabnya, Merupakan saksi kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia) dan Gerwani (Pergerakan Wanita) yang terjadi di Kebumen pada saat itu. Pada tahun 1965, Tidjem melarikan diri dari kekejaman PKI dan Gerwani, rumah rumah Joglo yang ada pada saat itu dirampok dan dibakar bakari, karena rumah joglo pada tahun 1964-1966 merupakan rumah yang dianggap tidak mendukung dari kalangan buruh tani karena dilihat sebagai rumah yang pro kepada Negara. Menurut kesaksian dari nenek Tidjem. Nenek yang lahir pada tahun 1919 ini sekarang tinggal seorang diri didesa Banioro, Kebumen, Jawa Tengah. Ahmad Daldiri merupakan suami dari nenek Tidjem yang meninggal pada 23 Juli 2008 pada usia 87 tahun. "Mbah Dal" sapaan akrabnya juga merupakan saksi kekejaman PKI pada saat itu. Terlihat Mbah tidjem sedang ziarah kubur ke makam suaminya bersama anak ketiga, suami, 1 cucu dan 1 cicit, Sopiah 48 tahun, Ahmad Suyono 52 Tahun, Siti Maysaroh 31 tahun dan Zahvatisya Azzahra 1 Tahun. Anak kelima "Le kop" sapaan akrabnya bersama 1 anaknya nisa, 6 tahun. Mbah Tidjem sendiri sudah dikaruniain 19 cucu, 8 cicit dari 6 orang anaknya.
Keseharian dari Mbah Tidjem ialah kesawah memanen padi dan sayur-sayuran yang ditanamnya. anak ketiga dari mbah Tidjem, Sopiah 48 Tahun ikut membantu ia kesawah untuk memanen tanaman kecipir bersama cucu dari anak kelima mbah Tidjem, Le kop begitu sapaan akrabnya. Tak lupa Mbah Tidjem menanam tembakau untuk dijual dan dibuat rokok lintingan sendiri yang kemudian dihisap untuk sehabis makan.
wah,simbah putri dari kebumen ya?
BalasHapussaya juga dari kebumen om,sokka :)